Namaku Sisilia, panggilanku Lia
namun banyak juga yang menyapaku Sisilia. Kuingin cerita seks soal pengalaman seks
dewasaku yang belom terlupakan sampai saat ini. Yaitu pengalaman seks bersetubuh
dengan hewan. Usiaku 28 tahun dengan tinggi badan 170 cm.
Sehari-hari aku magang di Kebun Binatang Surabaya (KBS) sesuai dengan
statusku sebagai dokter hewan lulusan Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya. Aku bukanlah satu-satunya dokter hewan di KBS, masih ada
empat orang dokter hewan lainnya dan aku termasuk yang paling muda di
antara mereka. Hanya ada seorang dokter hewan cowok di KBS, dan
aku paling cantik di antara ketiga dokter hewan cewek yang bertugas di
KBS. Walau usiaku paling muda di antara mereka namun aku tetap masih
kalah lincah bila dibandingkan dengan mereka. Bukannya karena fisikku
cacat namun dikarenakan busana yang kukenakan sehari-hari membuatku
tidak selincah mereka yang menggunakan celana panjang selama bertugas
sehari-hari. Aku tidak terbiasa memakai celana panjang sehingga
penampilanku memang jadi terkesan feminin sekali.
Sehari-hari aku terbiasa memakai rok
mini yang bawahannya lebar sedangkan bagian atasan aku lebih suka
memakai T Shirt tanpa lengan yang lebih cocok disebut singlet. Namun
kalau saat bertugas aku lebih suka memakai hem longgar lengan pendek,
karena kalau aku menggunakan T Shirt tanpa lengan waktu bekerja, selain
terlihat kurang sopan, juga bisa membuat orang lain khususnya cowok
rekan kerjaku tidak bisa bekerja dengan tenang. Kegemaranku berpakaian
ini disebabkan karena keseharianku yang selalu tampil tanpa BH. Memang
sejak kecil aku tidak terbiasa dan tidak suka memakai BH hingga saat ini
kebiasaan tersebut masih terbawa-bawa, dan jangan heran kalau sampai
dengan saat ini pun aku sendiri tidak mengetahui ukuran payudaraku yang
montok dan sintal, karena aku memang tidak pernah membeli BH. Bentuk
payudaraku memang indah dan ranum walaupun ukurannya sedang-sedang saja.
Warna puting susuku yang merah muda dan sedikit kecoklatan ini
membuatku lebih percaya diri walau tidak pernah mengenakan BH. Koleksi
CD-ku cukup banyak dengan aneka warna, namun modelnya hanya dua macam,
yaitu model G String dan model berenda yang mini sekali. Antara kedua
model itu bentuknya sama satu sama lain, hanya saja yang satu terbuat
dari seutas tali nylon dan yang yang satu lagi terbuat dari renda yang
lebarnya tak lebih dari sebuah jari saja. Cara mengenakannya cukup
dilingkarkan di pinggangku, kecuali yang G String ada ikatannya di sisi
kanan kiri pinggangku. Selebihnya tersambung di bagian belakang pinggang
terus turun ke bawah melalui celah belahan pantatku, melilit melewati
selangkanganku, terus ke depan dan tersambung dengan secarik kain sutera
tipis berbentuk segi tiga yang hanya berfungsi menutupi liang vaginaku
hingga bulu-bulu kemaluanku tidak mampu tertampung semua.
Ujung-ujungnya yang lembut tersembul
keluar dan terkadang menimbulkan rasa geli saat aku melangkah karena
ujung-ujung bulu kemaluanku itu tadi menggesek-gesek lipatan pangkal
pahaku. Tak jarang aku juga merasakan kalau lipatan ujung CD-ku agar
tergesek ke samping saat kukenakan dan akibatnya sebelah bibir vaginaku
jadi tersembul keluar, untung saja masih ada rok miniku yang
menutupinya. Dengan model penampilanku yang demikian, aku tidak bisa
berkeliling area KBS naik sepeda seperti rekan-rekanku lainnya. Saat
mengontrol dari satu kandang ke kandang lainnya, aku terpaksa harus
tetap berjalan kaki saja, sekalian agar sehat, pikirku. Namun apa bila
ada panggilan yang bersifat emergency, dari kandang yang agak jauh dari
klinik apa bila ada hewan yang sakit maka mau tidak mau aku harus
bergegas juga dengan menggunakan sepeda yang memang telah disediakan
untuk transportasi petugas di dalam KBS. Tentunya yang senang adalah
para pengasuh hewan (keeper) yang berjaga di kandang-kandang yang
kulewati, termasuk para pengunjung dan pemilik kios dimana aku lewat,
karena mereka dapat tontonan gratis melihat pahaku yang mulus terbuka
lebar saat aku mengayuh sepeda melintasi mereka. Itulah sedikit
ilustrasi tentang diriku, yang kuceritakan kembali untuk mengawali
kisahku yang baru ini. Sudah tiga bulan ini aku mendapat tugas mengasuh
dua ekor anak singa yang baru saja melahirkan tapi induknya enggan
mengasuh anaknya sehingga kami para tim medis memutuskan agar anak singa
tersebut segera dipisah dari induknya dan dirawat di ruang karantina
yang letaknya berhadap-hadapan dengan klinik kesehatan hewan. Mungkin
karena dianggap paling yunior di antara mereka, maka oleh para dokter
hewan senior aku ditugaskan mengasuh dan memberikan susu pada kedua bayi
singa tersebut. Tugasku adalah memberikan susu setiap dua jam sekali,
termasuk menggendongnya keluar untuk berjemur setiap pagi. Maka tak
heranlah kedua anak singa ini menjadi sangat manja dan jinak sekali
denganku. Saat ini kedua anak singa tersebut usianya sudah tiga bulan
dan frekwensiku memberikan susu pun jaraknya sudah mulai berkurang,
sekarang sudah menjadi setiap empat jam sekali tetapi volume susu yang
diminumnya juga sudah lebih banyak lagi. Keduanya tumbuh sehat dan juga
sudah bisa meloncat sana sini sambil berlari kecil dengan riangnya.
Waktuku belakangan ini jadi lebih banyak tersita untuk berada di ruang
karantina merawat kedua bayi singa yang lucu ini. Kalau pada
awal-awalnya aku harus memangku mereka dan memberikan minum susu dari
dot, kini mereka sudah bisa minum sendiri dari mangkuk yang kusodorkan.
Keduanya langsung menjilati isi mangkuk dengan rakusnya, tak butuh waktu
lama untuk menghabiskan semangkuk susu yang kuberikan. Pagi ini aku
seperti biasanya begitu sampai di KBS langsung datang ke ruang karantina
untuk mengunjungi dua ekor singa anak asuhku. Mereka meloncat kesana
kemari dengan gembiranya menyambut kedatanganku. Langsung saja kubuatkan
susu yang kuseduh dengan air hangat dan kuletakkan dalam mangkuk
kemudian kusodorkan pada mereka. Sambil berjongkok di hadapan mereka,
kuperhatikan keduanya melalap habis susu dalam mangkuk yang kuberikan,
dan dalam waktu sekejap saja mereka telah menjilat habis susu itu. Lalu
keduanya memandangku seakan ingin minta tambah. Dan matanya kemudian
memandang heran ke selangkanganku yang terbuka saat aku berjongkok.
Mungkin mereka terheran-heran melihat gundukan daging yang tersembul di
tengah-tengah pangkal pahaku.
Naluri ingin tahunya sangat kuat hingga
mereka merangkak maju dan mengenduskan hidungnya di selangkanganku.
Hidungnya mendekati dan mencium bagian luar vaginaku hingga dapat
kurasakan hembusan napasnya yang menerpa lipatan pangkal pahaku. Aku
sedikit ragu dan ingin segera berdiri, namun niatku segera kuurungkan
saat terasa ada sesuatu yang kasar dan lunak mengelus bagian luar
vaginaku. Rupanya si anak singa tadi menjilati CD-ku sebagai perwujudan
rasa ingin tahunya. Hal ini membuatku terangsang karena jilatan tadi
ternyata menyentuh sebelah bibir vaginaku yang kebetulan menyembul
keluar dari ujung lipatan secarik kain sutera yang menutupi bagian liang
vaginaku itu. Pelan-pelan tanganku memasuki rok miniku untuk melepas
ikatan CD di samping kiri kanan pinggangku. Rok miniku dengan bawahan
longgar itu terbuka lebar saat aku berjongkok sehingga tidak
menyulitkanku untuk melakukan aktifitas tersebut. Dengan sekali tarik
maka terlepaslah sudah dan penutup vaginaku pun tertanggal begitu saja.
Kedua ekor anak singa itu tetap berebutan menjilati sekitar
selangkanganku. Secara bergantian mereka menjilati pangkal pahaku, dan
yang paling disukainya adalah menjilati bagian vaginaku yang langsung
membasah karena aku begitu terangsang oleh jilatannya. Aku sudah tidak
mampu untuk berjongkok lebih lama lagi hingga aku pun terjengkang duduk
di lantai. Lama kelamaan aku pun sedikit merebahkan badanku. Pinggangku
kujadikan tumpuan untuk menumpu tubuhku, kakiku kuangkat dengan bantuan
tanganku di pangkal lutut. Kukangkangkan selebar mungkin untuk
memberikan sedikit ruang gerak agar kedua ekor anak singa ini lebih
leluasa lagi menjilati sekitar selangkanganku. Cairan bening yang terus
mengalir keluar dari dalam liang vaginaku membuat keduanya lebih rakus
lagi menjilati bagian luar vaginaku, mungkin karena rasanya yang sedikit
asin hingga membuat mereka berdua lebih bergairah, karena secara
teoretis semua hewan suka merasakan sesuatu yang rasanya sedikit asin.
Kuletakkan kedua kakiku di lantai dengan posisi tetap mengangkang
sedangkan tangan kiriku menopang ke lantai agar badanku tidak
terjengkang di lantai sementara tangan kananku membuka kancing bagian
atas hemku yang longgar. Tanganku kususupkan ke dalam hemku meraih dan
meremas payudaraku yang sudah mengeras pertanda birahiku sudah mencapai
puncaknya. Kupilin-pilin puting susuku dengan jari sehingga aku
menggelinjang dan bulu kuduk di belakang leherku seakan berdiri semua
rasanya. Sementara itu kedua ekor anak singa ini terus menerus secara
bergantian menjilati vaginaku yang sudah sejak tadi tanpa ditutupi oleh
sehelai benang pun. Lidahnya yang kasar tetapi lunak itu menjilati
bibir-bibir vaginaku dari bawah hingga ke atas secara teratur. Tak
jarang jilatannya yang mengandung sedikit tekanan ke vaginaku ini
mengenai ujung-ujung klitorisku. “Hzz.. Zzt! Hzz.. Zzt! Hzz.. Zzt!”
Hanya suara itu yang bisa keluar dari mulutku berulang-ulang menahan
gejolak kenikmatan yang mengalir dari pangkal pahaku, terus mengalir ke
atas sampai ke ubun-ubun kepalaku. Aku sudah pernah mendapatkan jilatan
di vaginaku, namun jilatan yang kurasakan kali ini lain dari pada yang
lain. Lidah-lidah anak singa ini lemas, lunak dan sedikit kasar saat
menyentuh bibir vagina dan ujung klitorisku. Tiba-tiba ada semacam
ledakan dahsyat di bagian pangkal pahaku. Badanku tiba-tiba menggigil
dan sedikit kejang, diiringi tumpahnya lahar pelumasku keluar dari dalam
rahim menuju ke liang vaginaku. Tzee.. Eerrt! Tzee.. Eerrt! Tzee..
Eerrt! Aku dapat merasakan semburan lahar hangat yang deras sekali
hingga merembes keluar menembus melalui lubang vaginaku. Cairan lendir
pelumasku serta merta langsung saja dijilat oleh kedua ekor anak singa
ini bergantian. Dengan rakusnya mereka menjilati vaginaku hingga tetes
terakhir hingga vaginaku menjadi bersih dan kering kembali. Aku menarik
napas panjang melepas sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kualami. Aku
tanpa sengaja mendapatkan suatu pengalaman baru dalam menyalurkan hasrat
sex-ku, mungkin tidak semua wanita di dunia ini beruntung dapat
mengalami dan merasakan hal-hal yang pernah kualami dalam dunia
kenikmatan sex. Aku pun tahu bahwa seandainya pengalamanku ini
kuceritakan di situs 17Tahun.com pasti banyak pembaca yang tidak akan
percaya begitu saja dengan pengalamanku yang satu ini. Namun bagiku itu
tidak penting, yang penting bagiku adalah bagaimana aku bisa berbagi
dengan menceritakan pengalamanku dengan apa adanya lewat situs ini. Aku
pun tidak berani mencoba-coba untuk mengulangi peristiwa itu lagi,
karena kedua anak singa ini walau bagaimanapun juga mereka tetap
termasuk dalam golongan binatang buas pemakan daging. Aku khawatir bahwa
pada suatu saat kelak tanpa kusadari akan ada bagian di selangkanganku
yang iritasi karena jilatannya. Hal ini akan berbahaya sekali karena
biasanya binatang buas paling tidak tahan mencium bau darah, mereka akan
jadi beringas dan penciuman mereka cukup tajam untuk hal yang satu itu.
0 komentar:
Posting Komentar